An Hour dan Refugee Island: Pengalaman Singkat di Negeri Kanguru
Awal Desember 2015, saya diberikan kesempatan untuk menginjakkan kaki ke negeri kanguru, Australia. Australia merupakan negara yang memiliki luas daratan terbesar keenam di dunia, namun penduduk yang ada sangat sedikit yaitu sekitar 24 juta orang. Negara ini merupakan salah satu negara multibudaya dengan penduduk imigran yang datang dari berbagai negara dan memiliki penduduk pribumi asli yang biasa disebut dengan Aborigin.
Pertama kali sampai di Australia, saya sedikit lega karena bahasa Inggris yang dipergunakan masih bisa dipahami. Mulanya saya agak merasa canggung dan ragu, takutnya bahasa yang dipakai sama persis seperti saat wawancara tes IELTS beberapa tahun yang lalu. Entah mengapa, pelafalan kata oleh pewawancara Australia itu terdengar seperti bergumam di telinga saya sehingga saya sempat meminta beberapa pertanyaan diulang lagi. Pandangan itu serta-merta runtuh sesampai di negeri Kanguru, petugas bandara berbicara dengan aksen yang mudah dipahami dan acara televisi yang saya lihat di tempat penungguan pun juga lebih jelas.
[caption id="" align="aligncenter" width="483"] Lokasi kota tujuan saya, Armidale, yang terletak di negara bagian New South Wales. Karya: Berichard; Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Ternyata secara tak dinyana, saya terkena 'musibah' pertama di dalam pesawat udara dari Sydney menuju kota kecil Armidale di negara bagian New South Wales. Saat itu, saya duduk di sebelah seorang siswa SMA yang baru pulang dari praktik sekolah di Perth bernama Sam. Obrolan kami awalnya hanya basa-basi seperti biasa, namun ketika obrolan menyinggung masalah tempat, kendala bahasa sempat saya alami.
Nama kota-kota di Australia hampir sebagian besar menggunakan nama lokal oleh penduduk pribumi Australia yang biasa disebut Aborigin. Nama seperti Toowoomba, Wallangarra, Wallabadah, Coonabarabran, Tooraweenah, Wagga Wagga akan banyak kita jumpai di Australia. Pelafalan dan penulisan yang tidak saya ketahui membuat saya agak kebingungan ketika mendengarkan jawaban siswa tersebut. Ternyata Sam berasal dari kota Tamworth, kurang lebih sejam dari Armidale.
Satu hal menarik yaitu pelafalan Sam. Saat saya bertanya, "How long does it take from Armidale to your city?" | "Berapa lama waktu yang ditempuh dari Armidale ke kotamu?". Dia menjawab dengan sigap, "An hour" | "Satu jam". Saya tiba-tiba merasa kebingungan dengan jawaban tersebut, dia mengucapkan kata 'an hour' seperti 'ə aʊə'. Maklum selama ini saya dicekoki dengan hiburan dari Amerika Serikat. Saya sempat menyuruh Sam untuk mengulangi jawabannya dan akhirnya saya bisa memahami artinya apa. Terima kasih kepada film Harry Potter telah mengajari saya bahasa Inggris aksen Britania Raya.
Sesampainya di kota tujuan, Armidale, dan dijelaskan oleh tuan rumah, yaitu John, saya akhirnya maklum ternyata kota kecil ini sebagian besar penduduknya berasal dari Skotlandia sehingga aksen bahasa Inggris juga cukup berbeda.
[caption id="" align="aligncenter" width="242"] Nampak markah jalan refugee island dengan warna kuning. Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Salah satu pengalaman unik lainnya saat saya menemukan markah jalan bertuliskan refugee island dengan gambar dua orang bergandengan tangan. Awalnya saya berpikir jika refugee island ini semacam tempat perlindungan bagi para pengungsi. Saya sempat celingukan berusaha melihat rumah atau gedung tempat pengungsian; dari tepi jalan saya melihat dua rumah dan nampaknya hanya rumah pribadi. Ternyata refugee island itu adalah tempat penyeberangan, agak mirip dengan jalur penyeberangan yang biasa kita sebut dengan zebra cross namun dengan ada tonggak batas dan semen pembatas di kedua sisi.
[caption id="" align="alignnone" width="800"] Penampakan refugee island di Armidale. Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Pengalaman memang guru yang tidak akan pernah kita lupakan. Pengalaman memberikan pemahaman yang baru terkait budaya setempat dan juga konsep-konsep yang berbeda dari negara kita. Australia sendiri sebenarnya hampir mirip kondisi budayanya dengan negara kita, suku yang beragam, bahasa yang berbeda, menjadikannya salah satu negara multibudaya. Setidaknya, dengan menginjakkan kaki di negeri kanguru, saya juga tahu Australia mempunyai refugee island dan kita mempunyai polisi tidur. Beda negara, beda budaya.
Pertama kali sampai di Australia, saya sedikit lega karena bahasa Inggris yang dipergunakan masih bisa dipahami. Mulanya saya agak merasa canggung dan ragu, takutnya bahasa yang dipakai sama persis seperti saat wawancara tes IELTS beberapa tahun yang lalu. Entah mengapa, pelafalan kata oleh pewawancara Australia itu terdengar seperti bergumam di telinga saya sehingga saya sempat meminta beberapa pertanyaan diulang lagi. Pandangan itu serta-merta runtuh sesampai di negeri Kanguru, petugas bandara berbicara dengan aksen yang mudah dipahami dan acara televisi yang saya lihat di tempat penungguan pun juga lebih jelas.
IELTS atau International English Language Testing System merupakan salah satu tes untuk pengujian kemampuan berbahasa Inggris. Tes ini diatur dan dirancang oleh British Council, IDP Education, dan Cambridge English Language Assessment.
An hour
[caption id="" align="aligncenter" width="483"] Lokasi kota tujuan saya, Armidale, yang terletak di negara bagian New South Wales. Karya: Berichard; Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Ternyata secara tak dinyana, saya terkena 'musibah' pertama di dalam pesawat udara dari Sydney menuju kota kecil Armidale di negara bagian New South Wales. Saat itu, saya duduk di sebelah seorang siswa SMA yang baru pulang dari praktik sekolah di Perth bernama Sam. Obrolan kami awalnya hanya basa-basi seperti biasa, namun ketika obrolan menyinggung masalah tempat, kendala bahasa sempat saya alami.
Nama kota-kota di Australia hampir sebagian besar menggunakan nama lokal oleh penduduk pribumi Australia yang biasa disebut Aborigin. Nama seperti Toowoomba, Wallangarra, Wallabadah, Coonabarabran, Tooraweenah, Wagga Wagga akan banyak kita jumpai di Australia. Pelafalan dan penulisan yang tidak saya ketahui membuat saya agak kebingungan ketika mendengarkan jawaban siswa tersebut. Ternyata Sam berasal dari kota Tamworth, kurang lebih sejam dari Armidale.
Satu hal menarik yaitu pelafalan Sam. Saat saya bertanya, "How long does it take from Armidale to your city?" | "Berapa lama waktu yang ditempuh dari Armidale ke kotamu?". Dia menjawab dengan sigap, "An hour" | "Satu jam". Saya tiba-tiba merasa kebingungan dengan jawaban tersebut, dia mengucapkan kata 'an hour' seperti 'ə aʊə'. Maklum selama ini saya dicekoki dengan hiburan dari Amerika Serikat. Saya sempat menyuruh Sam untuk mengulangi jawabannya dan akhirnya saya bisa memahami artinya apa. Terima kasih kepada film Harry Potter telah mengajari saya bahasa Inggris aksen Britania Raya.
Sesampainya di kota tujuan, Armidale, dan dijelaskan oleh tuan rumah, yaitu John, saya akhirnya maklum ternyata kota kecil ini sebagian besar penduduknya berasal dari Skotlandia sehingga aksen bahasa Inggris juga cukup berbeda.
Refugee Island
[caption id="" align="aligncenter" width="242"] Nampak markah jalan refugee island dengan warna kuning. Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Salah satu pengalaman unik lainnya saat saya menemukan markah jalan bertuliskan refugee island dengan gambar dua orang bergandengan tangan. Awalnya saya berpikir jika refugee island ini semacam tempat perlindungan bagi para pengungsi. Saya sempat celingukan berusaha melihat rumah atau gedung tempat pengungsian; dari tepi jalan saya melihat dua rumah dan nampaknya hanya rumah pribadi. Ternyata refugee island itu adalah tempat penyeberangan, agak mirip dengan jalur penyeberangan yang biasa kita sebut dengan zebra cross namun dengan ada tonggak batas dan semen pembatas di kedua sisi.
[caption id="" align="alignnone" width="800"] Penampakan refugee island di Armidale. Sumber: Wikimedia Commons[/caption]
Pengalaman memang guru yang tidak akan pernah kita lupakan. Pengalaman memberikan pemahaman yang baru terkait budaya setempat dan juga konsep-konsep yang berbeda dari negara kita. Australia sendiri sebenarnya hampir mirip kondisi budayanya dengan negara kita, suku yang beragam, bahasa yang berbeda, menjadikannya salah satu negara multibudaya. Setidaknya, dengan menginjakkan kaki di negeri kanguru, saya juga tahu Australia mempunyai refugee island dan kita mempunyai polisi tidur. Beda negara, beda budaya.
Komentar
Posting Komentar